Nor Rizkia

Doaku hari ini: Tuhan, izinkan aku mendapatkan hasil terbaik atas semua usahaku, untuk kebaikan kehidupan aku dan keluargaku.

Rasulullah S.A.W memakai celak ketika baginda ingin masuk tidur. Dan celak yang digunakan oleh baginda adalah jenis itsmid, iaitu celak yang jenis serbuk, dan dipakai dengan menggunakan logam besi, macam celak Mekah dahulu. (Bukan celak pensel yang kebanyakan ada jual di kedai & pasar malam)



Kenyataan ini berdasarkan hadis berikut :

 Ibnu Abbas meriwayatkan dari Nabi Shollallohu ‘Alaihi wasallam, bahwasanya beliau bersabda:

خَيْرُ أَكْحَالِكُمُ الْإِثْمِدُ. إِنَّهُ يَجْلُو الْبَصَرَ وَيُنْبِتُ الشَّعَرَ.
Celak yang terbaik untuk kamu adalah itsmid. Sesungguhnya ia bisa menjernihkan penglihatan dan menumbuhkan bulu mata.”[1]
Itsmid ni dapat menguatkan mata, mengencangkan  urat saraf, dan menjaga kesihatannya. Ia juga dapat menghilangkan daging yang tumbuh di dalam bisul, menyembuhkannya, membersihkan kotoran-kotorannya dan mengeluarkan bisa di dalam bisul tu. Itsmid juga boleh menghilangkan sakit kepala jika dicampur dengan madu cair yang halus dan digunakan untuk bercelak. Itsmid adalah celak mata terbaik, terutama bagi orang-orang tua dan orang-orang yang penglihatannya lemah. 

Cara Rasulullah Memakai Celak
Dikeluarkan oleh Tarmizi dan Ibnu Majah daripada Ibnu Abbas r.a, katanya:
” Adalah di sisi Nabi s.a.w bekas celak, Baginda s.a.w bercelak daripadanya 3 kali bagi setiap mata."
Maksud di sini, pemakaian celak adalah tiga kali bergilir-gilir, dimulai dengan mata sebelah kanan, kiri dan dilakukan secara berulang kali selama tiga kali SEBELUM TIDUR.

Disertakan juga antara hadis yang berkaitan dengan pemakaian celak :
  1. Daripada Ibnu Abbas juga katanya:-
Sabda Nabi s.a.w: ” Sebaik-baik celak mata bagi kamu ialah yang berwarna hitam, ia mengelokkan 
pandangan dan menumbuhkan rambut (bulu kening)

2.  Dikeluarkan oleh Ibnu Majah dalam sunan-nya. Daripada Abu Hurairah r.a, Katanya:Sesungguhnya Nabi s.a.w telah bersabda: “Barangsiapa yang bercelak mata hendaklah ia melakukannya dengan bilangan yang ganjil. Sesiapa yang bercelak dia telah melakukan kebaikan (dapat pahala) dan sesiapa yang tidak bercelak tiada kepayahan (dosa) baginya”.

3. 
اكْتَحِلُوا بِالْإِثْمِدِ فَإِنَّهُ يَجْلُو الْبَصَرَ وَيُنْبِتُ الشَّعْرَ

Bercelaklah kalian dengan itsmid, karena dia bisa mencerahkan mata dan menumbuhkan rambut” (HR. At Tirmidzi no.1679 dalam Sunan-nya bab Maa jaa-a fil iktihaal, Ahmad no.15341 dalam Musnad-nya)


4. 
عَلَيْكُمْ بِالْإِثْمِدِ عِنْدَ النَّوْمِ فَإِنَّهُ يَجْلُو الْبَصَرَ وَيُنْبِتُ الشَّعَرَ
“Bercelaklah memakai itsmid ketika hendak tidur, karena ia dapat mencerahkan pandangan dan menumbuhkan rambut” (HR. Ibnu Majah dalam Sunan-nya no.3846 bab Al Kahlu Bil Itsmid)


Hukum memakai celak :

Lelaki dan wanita memakai celak adalah harus hukumnya. Hukum ini keluar berdasarkan hadis berikut: 

“Bercelaklah kalian dengan itsmid, karena dia bisa mencerahkan mata dan menumbuhkan rambut” (HR. At Tirmidzi no.1679 dalam Sunan-nya bab Maa jaa-a fil iktihaal, Ahmad no.15341 dalam Musnad-nya)

Kalian di sini merujuk kepada lelaki dan perempuan. Tetapi harus diingat bahawa perempuan jangan lah pakai terlampau over seperti pakai eyeshadow, lipstik terang-terangan kerana itu telah mengikut cara berhias perempuan zaman Jahiliah. Kalau nak over, boleh pakai dalam rumah untuk mahram.

Kelebihan Memakai Celak:
  • Dapat membantu mencerahkan pandangan mata..
  • Dapat menyejukkan mata..
  • Boleh melebatkan bulu mata..
  • Mengelakkan daripada terkena penyakit mata..
  • Menambah seri muka dll.
(Sumber: perjalanandakwahseorangmuslimah.blogspot.co.id )


Tidak boleh mengambil rambut alis mata dan juga tidak mempertipisnya, karena telah disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أَنهُ لَعَنَ النامِصَةَ وَالمُتَنَمصَةَ
“Bahwa beliau melaknat wanita yang mencabut alis matanya dan wanita yang meminta untuk dicabut alis matanya.”
Dan para ulama menjelaskan bahwa mengambil rambut alis mata itu termasuk mempertipisnya. Begitu juga dengan merapikan alis, jika merapikan ini termasuk mencabut atau mencukur alis.
Mempertipis rambut alis mata dengan cara mencabutnya maka itu haram bahkan termasuk salah satu dosa besar karena termasuk kategori “nimsh” yang dilaknat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Jika dengan cara dipotong atau dicukur maka hukumnya makruh oleh sebagian ulama dan dilarang oleh sebagian lainnya dan dijadikannya termasuk “nimsh,” dan berkata bahwa nimsh itu tidak khusus dengan mencabut saja, tapi itu umum pada semua hal yang merubah rambut yang Allah tidak rela jika ada di wajah.
Akan tetapi yang kami lihat bahwa selayaknya bagi wanita sehingga kami mengatakan boleh atau makruh mempertipisnya dengan cara dipotong atau dicukur hendaknya dia tidak melakukannya kecuali jika rambut itu banyak sekali di atas alis mata, sehingga sampai menutupi mata dan mengganggu penglihatannya maka tidak apa-apa dia menghilangkannya. Wallahu a’lam.
(Sumber: www.fiqihwanita.com)


Menggunakan sepatu bertumit tinggi atau berhak tinggi (high heels) tampaknya sudah menjadi tren dan suatu keumuman yang terjadi di kalangan para wanita, bahkan wanita muslimah sekalipun. Tidak hanya para model di catwalk atau para bintang film yang tengah beraksi di red carpet saja, tapi di kantor, di jalan-jalan, di pusat perbelanjaan, di sekolah, bahkan di tempat kajian pun banyak wanita muslimah yang menggunakan sepatu atau sandal tinggi ini. Ada yang memakai model high heels(sepatu atau sandal yang bagian tumitnya saja yang tinggi), ada pula yang menggunakan wedges yaitu sepatu atau sandal yang bersol tebal, jadi tingginya merata di bagian bawah sepatu.
Lalu, sebenarnya, bagaimana hukumnya dalam Islam memakai sepatu berhak tinggi ini? 
Maka dalam masalah ini, para ulama’ seperti Syaikh Abdul Aziz bin Baaz dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahumullah berpendapat bahwa menggunakan sepatu berhak tinggi tidak boleh karena wanita yang menggunakannya beresiko untuk terjatuh dan membahayakan diri saat berjalan dengannya. Sedangkan agama kita memerintahkan untuk menjauhi bahaya.
Dalil :
وَلاَ تُلْقُوْا بِأَيْدِيْكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (Al-Baqarah: 195)
Serta firman Allah Ta’ala,
وَلاَ تَقْتُلُوْا أَنْفُسَكُمْ
Dan janganlah kamu membunuh dirimu.” (An-Nisa`: 29)
Menggunakan sepatu berhak tinggi pun memiliki resiko terhadap kesehatan. Seperti terjadinya pembengkakan pembuluh darah di kaki, degenerasi persendian kaki, rusaknya tendon achilles, perubahan postur tulang belakang, dsb. Maka sesuatu yang sifatnya mencelakakan diri atau membahayakan diri sendiri itu hukumnya haram.

Dan selain itu, menggunakan sepatu berhak tinggi itu umumnya membuat cara berjalan wanita menjadi berbeda, yaitu lebih berlenggak-lenggok atau menjadikan betis yang indah jadi terlihat dan menjadikan wanita nampak lebih tinggi. Maka ini termasuk dalam kategori tabarruj, sekaligus memiliki unsur penipuan. Padahal, para wanita muslimah dilarang menampakkan perhiasannya kecuali pada mahram atau orang-orang yang berhak untuk melihat keindahan dirinya.
Dalil :
وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ
“Dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam.” (An-Nur: 31)
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu :
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” [HR. Muslim]
Kebiasaan menggunakan sepatu berhak tinggi ini adalah salah satu kebiasaan wanita Yahudi dan Nasrani. Wanita-wanita mereka menggunakan sepatu berhak tinggi ini untuk berhias dan menampakkan kecantikan mereka untuk memikat pandangan laki-laki. Maka sudah selayaknya seorang wanita muslimah menjaga dirinya dari hal-hal yang meniru (tasyabbuh) orang-orang kafir dan jahiliyah.
Dalil :
وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
“…dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu…” (Al-Ahzab : 33)
Maka kesimpulannya adalah, menggunakan sepatu berhak tinggi baik itu model high heels maupunwedges itu tidak diperbolehkan oleh syariat. Karena bahkan meski sepatu wedges itu resiko terjatuh atau terpelesetnya lebih kecil daripada sepatu high heels, dan bagi sebagian orang menilai dari sisi kesehatannya lebih baik dibandingkan sepatu high heels, namun tetap termasuk dalam kategoritabarruj dalam memakainya.
(Sumber: www.fiqihwanita.com)


Sebagai orang muslim selain mengetahui bahayanya dan cara mencegah bahaya tersebut tentulah juga harus mengetahui hukum dari penggunaan soflens itu sendiri. Dalam agama islam penggunaan soflens di saat sekarang ini adalah untuk kecantikan sehingga tergolong sebagai perhiasan. Dalam berhias menurut ajaram islam diperbolehkan asalakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam syariat islam. Penggunaan soflens juga dihalalkan karena penggunaanya bisa sebagai perhiasan dan juga pengobatan. Ada beberapa merek soflens yang dihalalkan oleh MUI misalkan Lensza, dan salsabila. Dalam penggunaan soflens agar tidak menjadi haram atau mubah maka yang harus diperhatikan adalah:
  1. Penggunaan soflens bertujuan untuk memperbaiki penglihatan
  2. Berhias untuk kepuasan suami dan tidak memiliki niatan untuk pamer
  3. Menggunakan soflens yang terujia kesehatannya dan sudah mendapatkan sertifikat halal agar tidak menyakiti diri sendiri.
  4. Sebaiknya digunakan seperlunya saja bertujuan agar tidak menyia-nyiakan harta.
  5. Penggunaan soflens tidak boleh pertujuan untuk menarik perhatian orang dan mencari ketenaran khususnya pada laki-laki.

DALIL TENTANG HARAMNYA PENGGUNAAN SOFLENS

Israaf  atau menyia-nyiakan harta juga harus diperhatikan adalam penggunaan lensa kontak. Karena harganya dipasaran sekitar Rp. 500ribu sampai satu juta untuk kualitas yang baik. Sedangkan lensa konta murahan akan mudah menyebabkan mata iritasi dan infeksi. Ini termasuk perhiasan jika tidak ada indikasi medisnya. Maka hendaknya dipertimbangkan agar kita jangan menyia-nyiakan harta
Allah Ta’ala berfirman,

وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Jangan kalian berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan” (Al An’am:141)

Allah Ta’ala juga berfirman:

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Sesungguhnya para pemboros itu saudaranya para setan” (Al Isra: 27)

Kemudian yang perlu diperhatikan juga jika menggunakan lensa kontak berwarna, bisa jadi kita akan termasuk mencari ketenaran (libas syuhrah). Bayangkan jika menggunakan lensa kontak berwarna ekstrim misalnya merah atau biru yang tidak lazim pada orang indonesia. Jika memang akan menyebabkan atau berniat libas syuhrah maka harus dihindari,
 
Berdasarkan hadits Ibnu Umar yang berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من لبس ثوب شهرة في الدنيا البسه الله ثوب مذلة يوم القيامة ثم الهب فيه نارا
“Barangsiapa mengenakan pakaian (libas) syuhrah di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.”
 
Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata.

والحديث يدل على تحريم لبس ثوب الشهرة وليس هذا الحديث مختصا بنفس الثياب بل قد يحصل ذلك لمن يلبس ثوبا يخالف ملبوس الناس من الفقراء ليراه الناس فيتعجبوا من لباسه ويعتقدوه قاله ابن رسلان واذا كان اللبس لقصد الاشتهار في الناس فلا فرق بين رفيع الثياب ووضيعها والموافق لملبوس الناس والمخالف لان التحريم يدور مع الاشتهار والمعتبر القصد
 
“Hadits ini menunjukkan haramnya memakai pakaian untuk ketenaran dan tidaklah dalam hadits ini khusus pada pakaian saja bahkan bisa terjadi pada orang miskin yang memakai pakaian berbeda dengan apa yang dipakai oleh masyarakat supaya manusia melihatnya sehingga mereka menjadi kagum dan menyakininya. 

Berkata Ibnu Ruslan, 
Libas syuhrah yaitu jika bermaksud mencari ketenaran/popularitas di antara manusia, tidak ada bedanya antara pakaian yang mahal dan pakaian yang murah, apakah sesuai dengan pakaian masyarakat atau berbeda dengan pakaian masyarakat, karena sebab pengharaman adalah keinginan menjadi tenar/populer (cari perhatian).”
 
Berkata Ibnu Atsir rahimahullah,
الشهرة ظهور الشيء والمراد أن ثوبه يشتهر بين الناس لمخالفة لونه لألوان ثيابهم فيرفع الناس إليه أبصارهم ويختال عليهم بالعجب والتكبر
 
“Syuhrah artinya menampakkan sesuatu (termasuk lensa kontak berwarna, pent) dengan maksud apa yang dikenakan akan terkenal di antara manusia dengan menyelisihi warnanya (misalnya) maka manusia akan memfokuskan pandangan padanya kemudian ia sombong dan takabbur.”
(vinywidya.blogspot.com)

Hukum asalnya merubah sesuatu yang Allah ciptakan pada diri seseorang adalah dilarang, berdasarkan firman Allah,

وَلأَمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللهِ

“Dan akan aku (setan) suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka meubahnya.” (QS. An-Nisa: 119).

Ayat ini menjelaskan bahwa merubah ciptaan Allah termasuk sesuatu yang haram dan merupakan bujuk rayu setan kepada anak Adam yang melakukan kemaksiatan.

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu Mas’ud, ia mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam melaknat perempuan yang mencabut (alisnya), menata giginya agar terlihat lebih indah yang mereka itu merubah ciptaan Allah.

Hadis ini merupakan laknat (dari rasulullah) kepada wanita-wanita yang mencabut alisnya dan menata giginya dikarenakan mereka telah merubah ciptaan Allah. Dalam riwayat yang lain dikatakan, orang-orang yang merubah ciptaan Allah.

Namun, dalam beberapa hal ada pengecualian yang dibolehkan oleh syariat. Seperti dalam keadaan darurat dan mendesaknya kebutuhan, maka tidak mengapa merapikan gigi karena suatu hal yang darurat dan kebutuhan. Darurat dalam kategori syariat yaitu gigi yang ompong atau gingsul, yang perlu diubah karena sulit mengunyah makanan atau agar berbicara dengan fasih dll. Dalil mengenai hal ini adalah ‘Arjafah bin As’ad radhiallahu’anhu, ia mengatakan, “Hidungku terpotong pada Perang Kullab di masa jahiliyah. Aku pun menggantikannya dengan daun, tetapi daun itu bau sehingga menggangguku. Lal Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhku menggantinya dengan emas.” (HR. Tirmidzi, An-Nasai, dan Abu Dawud).

Perintah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Arjafah untuk memperbaiki hidungnya dengan emas merupakan dalil bolehnya memperbaiki gigi. Adapun memperbaiki gigi yang cacat, maka tidak ada larangan untuk menatanya agar hilang cacatnya.
 Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya, “Apa hukumnya memperbaiki gigi?” Syaikh menjawab, “Memperbaiki gigi ini dibagi menjadi dua kategori:


Pertama, jika tujuannya supaya bertambah cantik atu indah, maka ini hukumnya haram. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang menata giginya agar terlihat lebih indah yang merubah ciptaan Allah. Padahal seorang wanita membutuhkan hal yang demikian untuk estetika (keindahan), dengan demikian seorang laki-laki lebih layak dilarang daripada wanita.


Kedua, jika seseorang memperbaikinya karena ada cacat, tidak mengapa ia melakukannya. Sebagian orang ada suatu cacat pada giginya, mungkin pada gigi serinya atau gigi yang lain. Cacat tersebut membuat orang merasa jijik untuk melihatnya. Keadaan yang demikian ini dimaklumi untuk membenarkannya. Hal ini dikategorikan sebagai menghilangkan aib atau cacat bukan termasuk menambah kecantikan. Dasar argumentasinya (dalil), Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seorang laki-laki yang hidungnya terpotong agar menggantinya dengan hidung palsu dari emas, yang demikian ini termasuk menghilangkan cacat bukan dimaksudkan untuk mempercantik diri.

Allahu a’lam...

(Sumber: Mozaik islam

Mewarnai rambut dalam Islam termasuk perkara yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Sebagaimana dalam hadits berikut ini.

Hukum mewarnai rambut dalam Islam
Mewarnai rambut
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, ”Pada hari penaklukan Makkah, Abu Quhafah (ayah Abu Bakar) datang dalam keadaan kepala dan jenggotnya telah memutih (seperti kapas, artinya beliau telah beruban). Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ubahlah uban ini dengan sesuatu, tetapi hindarilah warna hitam.” (HR. Muslim no. 2102).

Hukum kebolehan mewarnai rambut juga berlaku untuk kaum perempuan. Jika ada muslimah yang ingin mewarnai atau menyemir rambutnya maka ini dianjurkan.

Namun, ada syarat yang perlu dipenuhi untuk mewarnai rambut yakni rambut si wanita bersangkutan telah berwarna putih atau telah mengalami gejala uban.

Penggunaan cat rambut modern (biasanya berasal dari bahan kimia) dibolehkan selama diketahui bahwa cat rambut yang digunakan saat mewarnai rambut diketahui kehalalan dari cat rambut yang digunakan.

Tentang larangan mewarnai rambut dengan pewarna rambut yang hitam dapat diketahui dalam hadits berikut ini.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Akan ada sekelompok kaum di akhir zaman, yang mereka menyemir rambutnya dengan warna hitam. Seperti bulu tembolok merpati. Mereka tidak mendapatkan bau surga. (HR. Abu Daud 4214 dan dishahihkan al-Albani).

Selain itu, larangan memakai cat rambut warna hitam disebabkan karena bisa jatuh kepada perkara memperdaya orang lain. Seolah-olah masih muda, padahal umurnya sudah tua.

Lalu bagaimana dengan hukum mewarnai rambut saat haidh?

Kami belum menemukan nash syara' yang menjelaskan tentang hukum mewarnai rambut bagi wanita yang sedang haidh.

Pembahasan tentang mewarnai rambut lebih berkutat pada masalah warna cat rambut yang digunakan. Tidak melihat perbedaan antara pria dan wanita, ataupun si wanita sedang haidh atau tidak.

Lantas selanjutnya, jika ada seorang wanita muda sementara belum beruban ingin mewarnai rambut bagaimana pandangan Islam dalam hal ini?

Harus diketahui bahwa, pandangan Islam terhadap mewarnai rambut jangan sampai dimaksudkan meniru gaya rambut artis-artis yang ada di televisi atau di luar negeri.

Perlu diketahui dengan jelas tujuannya mewarnai rambut sementara ia belum beruban. Jika tujuannya hanya mengikuti trend mode artis-artis luar negeri, maka sepantasnya ia takut jangan sampai jatuh pada perkara tasyabbuh (mengikuti kebiasaan orang-orang kafir).

Tentang hal ini, disebutkan dalam hadits “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Daud no. 4031, hasan menurut Al Hafizh Abu Thohir).

(Sumber: www.bicarawanita.xyz )

Free 
Music Online ");}
Free Apple TM ani Cursors at www.totallyfreecursors.com

Blogger templates

Blogroll

About Me

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate